December, 25th 1990
Hey Diary,
Today was the best day i ever had in my life! You know
why?? ‘cus today was the first Christmas i celebrated with my beloved hubby :*
and.... i got a great great news that i’m pregnant! Yes, pregnant!
Ah..i can’t explain it in words..
Diary, my baby will be your best friend too, i swear you
Aku hanya mengerutkan dahiku membaca tulisan
itu. Ditulis bunda dalam diari tuanya tepat 21 tahun yang lalu. Aku bahkan tak
tahu bahwa bunda pernah merayakan natal sebelumnya. Bersama ayah? Ayahku kah?
Seharusnya begitu... setidaknya aku bahagia mengetahui betapa bahagianya bunda
saat itu, saat aku datang dalam rahimnya.
Tak cukup banyak cerita dalam diari ini,
mungkin bunda hanya menuliskan momen-momen bahagia dalam hidupnya, hmm..
Tapi, tetap saja aku tercengang, dulu bunda
bukan muslim! Bunda tak pernah menceritakan hal ini padaku. Yaah..bunda pun
memang tak pernah bercerita sedikit pun tentang ayah, bunda begitu menutup masa
lalunya dariku. Bunda selalu bilang padaku,
“Bunda hidup lagi setelah bayi bunda lahir,
Bunda udah lupa dulu-dulu itu gimana, yang penting kan sekarang sama Bunda, gak
perlu mikirin yang jadul kan?”
Dan selalu saja aku tertawa dan memeluknya
setiap kali bunda mengatakannya, tak ada lagi pertanyaan maupun tanggapan dari
mulut cerewetku.
10 Mei 1991
Diari... kau tahu jam berapa ini? Pukul 3 pagi. 3 pagi. 3
pagi. Kau tahu artinya apa? Artinya aku masih terjaga hingga pukul 3 pagi.
Maria sepertinya tertidur lelap. Mungkin ia tak merasakan bagaimana resahnya
menunggu ayah pulang.
Ayah... kau dimana? Ada apa denganmu di sana? Aku
khawatir sekali, Ayah... cepatlah pulang, aku dan Maria menunggumu datang..
Diari... salahkah aku karena terlalu menuntut banyak
padanya? Aku hanya ingin dia bersikap lebih dewasa, aku lelah terus mengalah
kepadanya. Mungkinkah dia frustasi dan mabuk di luar sana?
Oh, Ayah.. maafkan aku, aku menyesal.. aku benar-benar
menyesal, Ayah..
Tahukah apa yg terbayang di benakku sekarang?
Ayahku sepertinya orang yang kekanak-kanakan. Ya, seperti Adam. Oh, Adam,
akankah kita seperti ini jika kita menikah kelak?
Hanya dua halaman ini dan aku sudah merasa
bosan membacanya. Semua tentang ayah dan ayah. Aku bahkan tak tahu bagaimana
wajah ayahku! Bunda bilang ayah telah pergi. Pergi meninggal atau pergi
meninggalkan kami berdua?
Aku sudah tak peduli lagi, sejak kecil hanya
bunda yang ada di sampingku. Tak ada kata ayah dalam hidupku. Benci? mungkin..
tapi tak juga, toh ada atau tidaknya dia tak ada efeknya bagiku.
1 September 1991
Hai, Diari.. masih ingat aku kan? Maaf, aku terlalu sibuk
mengurus Maria. Kau tahu? Maria telah lahir! Dia begitu cantik, lebih mirip ayah
sih, tak apa lah.. Maria lahir saat ulang tahun Indonesia lho, haha.. untungnya
puskesmas tetap buka hari itu.
Lama sekali aku tak bercerita padamu. Ayah tak ada saat
aku melahirkan Maria, hanya aku sendiri, mau siapa lagi? Orang tuaku sudah tak
ada, kakak adik pun tak punya, bapak ibu mertua juga tak lagi peduli. Tapi aku
bahagia, karena saat itu aku tahu aku akan memiliki Maria di dekapku.
Alhamdulillah aku menjadi muslim lagi, ya..sejak ayah
menceraikanku, ayah pergi saat Maria berumur 6 bulan di kandunganku. Penyesalan
dan penyesalan, penyesalan aku meninggalkan Tuhanku demi ayah. Menyesal dulu
aku menikah tanpa restu orang tuaku, demi pria itu, berjalan kaki lima kilo
meter ke gereja, dan banyak lagi... setidaknya aku tak akan pernah menyesali
kehadiran Maria. Aku telah menemukan bahagiaku, hidupku terasa tenang dan penuh
berkah. Kini aku dan Maria hidup bahagia di rumah warisan bapak ibuku.
Diari, tak apa kan dia tetap bernama Maria? Itu janjiku
sejak awal, dia memang Maria sebelum dia lahir, dan juga kesepakatan antara aku
dan ayah.
Maaf, aku tak punya cukup uang untuk mencetak fotonya
untukmu, suatu saat kau bisa lihat sendiri betapa manisnya Maria. Walaupun
Maria sangat lemah karena terlahir prematur, tapi dia selalu tersenyum manis
untukku.
Maria sedang bermimpi dalam tidurnya, dia bukan malaikat
kecilku, dia adalah bidadari. Bidadari berkulit putih, bermata hitam dan belum
berambut, hehe..
Oya, siang ini aku bertemu ayah di supermarket. Aku
senang melihatnya bahagia dengan keluarga barunya, ayah punya bayi kembar yang
sangat lucu, tapi Maria jelas lebih baik dari mereka berdua!
Aku menggenggam sprei kasurku dan menahan
tangis di dada. Tak bisa kubayangkan, mungkin aku tak bisa setabah bunda di
waktu itu. Aku juga akhirnya tahu mengapa bunda selalu bilang bahwa “karena
Maria itu ya Maria” tiap kali aku bertanya mengapa Bunda menamaiku Maria. Dan
jelas kini, aku benci ayahku! Aku benci dia! Maaf bunda, aku tak bisa
mencintainya seperti yang bunda lakukan. Ayah jahat padamu, Bunda! Jahat!!!
Kubuka galeri foto di handphone-ku, kulihat
foto-foto bunda yang kuambil minggu lalu.
Bunda...Maria ingin sekali memelukmu sekarang L
Bunda...Maria rindu, rindu sekali pada Bunda L
Bunda...apa Bunda dengar suara Maria dari sini?
Kubalik lembar demi lembar, tak semua akan
kubaca malam ini. Adakah catatan di hari ulang tahunku dulu?
August, 17th 1992
Diary!!!! today’s Maria’s b’day!! Happy first b’day,
sweetheart! :*
You know? Maria is soooo cute now. I went to zoo with her
today, she likes giraffee so much. She asked me, “what’s that, Mom?". I
said, “That’s giraffee, Maria”. She smiled then asked again and again. She
asked the same question for almost twenty times! That was awesome for me,
haha.. i wasn’t bored of it at all, i kept answering her happily. Maria is my
life. Yes, she really is J
Catatan terakhir di diari itu benar-benar
mambuatku sesak, hatiku sesak hingga tenggorokanku pun sakit. Cerita itu
mengingatkanku akan kejadian Jumat kemarin. Hari itu aku berkunjung, setelah
sebulan lebih aku tak datang untuknya. Aku menyempatkan datang sepulang kerja,
lelah memang, tapi aku harus datang. Bunda langsung saja memelukku begitu aku
masuk. Tak seperti yang kukira bunda akan bilang betapa rindunya bunda padaku,
tapi bunda justru mengeluh bahwa ia sangat lapar. Aku memang selalu membawa
makanan untuknya setiap kali berkunjung. Segera kuambil sekotak nasi dan gudeg.
Muka masamku tak dihiraukannya, aku baru saja putus dengan Adam siang ini. Aku
menyuapinya tanpa gairah. Bunda sudah tak mampu lagi melihat maupun mendengar
dengan baik, pastilah tak sadar dan tak
mendengar ocehan keluh kesahku, dan itu cukup membuatku jengkel.
Di suapan pertama, bunda bertanya, “Ini apa, Maria?”
Aku dengan enteng menjawab, “Ini gudeg, Bunda”.
Di suapan kedua, bunda bertanya lagi, “Ini apa, Maria?”
Kupalingkan wajahku dan berkata, “Ini gudeg, Bundaaa..”.
Di suapan ketiga dan keempat bunda tetap saja
menanyakan hal yang sama, aku diam dan tak menjawabnya, aku benar-benar bad
mood dibuatnya. Hingga akhirnya bunda bertanya lagi dengan lebih lembut,
“Maria, bunda sedang bertanya padamu, mengapa
kau diam saja?”
“Bunda, sudah Maria katakan berulang kali, ini
gudeg, Bunda! Apa Bunda tidak mendengarnya ha?? Ini gudeg! Bunda dengar
sekarang?”
“Maafkan bunda, Maria, bunda bertanya terus
karena bunda tak mendengar jawabanmu. Sekarang suaramu cukup kudengar, ini
gudeg, kan? Makasih Mariaku sayang”
Tak kuhiraukan senyum manisnya itu, tak juga
kulihat betapa teduh pandangannya untukku.
Andai aku tahu itu adalah saat terakhir bunda
tersenyum untukku. Andai aku tahu hari itu hari terakhir aku bisa menyuapinya.
Andai aku tahu Jumat kemarin itu adalah Jumat terakhir di hidup bunda untukku.
Andai aku tahu, pasti aku akan mengatakan betapa aku mencintaimu, Bunda.. aku
akan mengatakannya lebih sering daripada kau mengatakannya padaku.
Bunda... maafkan Maria, Maria hanya bisa menangisi bunda
dengan memeluk diari ini.
Bunda... Maria begitu mencintai Bunda.
Bunda... maafkan Maria yang tak bisa menjadi gadis manis
seperti saat bayi dulu.
Bunda... maaf, Maria banyak mengeluh pada bunda.
Bunda... maafkan Maria yang tak bisa mencintai bunda
seperti bunda mencintai Maria, tak bisa memperlakukan bunda sebaik bunda memperlakukan
Maria, tak bisa selalu ada untuk bunda seperti bunda yang selalu ada untuk
Maria.
Bunda... insya Allah Maria akan terus mendoakan bunda,
lebih sering dari doa bunda untuk Maria setiap harinya, di tiap shalat, maupun
di tiap detak jantung bunda.
Sejak kemarin hingga seharian ini Maria terus
berdoa pada Allah dan menitipkan salam untuk Bunda, Bunda senang tidak? Bunda,
Maria tahu bunda pasti bahagia di sana. Tunggu Maria ya, Bundaa.. Maria sayang
bunda :*